OUTDOOR ACTIVITY
A. Hakekat Outdoor Activity
Pencarian suatu pengalaman atau kegiatan yang dilaksanakan di luar ruangan (alam terbuka) telah dilaksanakan sejak jaman Yunani kuno tepatnya pada tahun 1821 yaitu setelah pendirian Round Hill School. Sekolah tersebut merupakan lembaga pendidikan pertama yang memiliki dasar petualangan dalam metode pembelajarannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pendit (1986:14) adalah “Bentuk perjalalan di alam terbuka dengan tujuan merasakan kepuasan di alam terbuka”. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka dibutuhkan suatu fasilitas atau media yang mampu memenuhi keberlangsungan pembelajaran itu sehingga ditunjuk lah alam sebagai medianya. Pernyataan itu sesuai dengan Hahn (1985:1) bahwa, ”Outbound adalah sebuah metode pembelajaran untuk mencari pengalaman dengan menggunakan alam terbuka (outdoor education) sebagai medianya”.
Guna mempermudah pemahaman mengenai kegiatan di alam terbuka maka akan diuraikan mengenai pengertian outdoor activity dan macam outdoor activity yaitu sebagai berikut.
1. Pengertian Outdoor Activity
Kegiatan Alam Terbuka (outdoor activity) merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, perbukitan, pantai, dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan karena aktivitas yang dilakukan di alam akan meningkatkan daya ingat dan konsentrasi tinggi. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Marc Berman dalam www.indahnyaalamkita.com yaitu, “Jika Anda terbiasa dengan kegiatan di alam bebas untuk berlibur dan melakukan aktivitas seperti berjalan, pilihan tersebut sangat baik terutama untuk otak Anda”. Para peneliti menunjukkan interaksi dengan alam, bahkan di tengah udara dingin dapat meningkatkan daya ingat dan konsentrasi yang tinggi. Beda halnya dengan aktivitas yang dilakukan di tempat ramai seperti pertokoan, super market, mol-mol, pusat perbelanjaan, dan lain-lain yang dihasilkan dari aktivitas itu hanya rasa jenuh. Sesuai dengan pernyataan Marc Berman pada situs www.indahnyaalamkita.com adalah “Diperkirakan berjalan di kawasan pedesaan bersifat restoratif karena memungkinkan orang untuk mengistirahatkan otak, sementara berjalan di kota membutuhkan perhatian”.
Kegiatan di alam terbuka saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif wisata, kegiatan pendidikan dan penelitian. Selain untuk tujuan-tujuan tersebut, kegiatan itu juga bermanfaat untuk mengenal Kebesaran Illahi melalui keajaiban alam yang merupakan ciptaan-Nya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pendit (1986:14) bahwa, “Outdoor activity adalah bentuk perjalanan di alam terbuka dengan tujuan merasakan kepuasan di alam terbuka itu sendiri.” Selain itu, Boyet (1998) dalam Ancok (2002: 6) bahwa “Alam akan memberikan pengalaman yang secara nyata dapat dirasakannya secara langsung. Segala bentuk kejadian yang dialami di alam terbuka akan membekas dan menjadi pengalaman yang mungkin tidak bisa dilupakan”.
Sebagai penggiat di alam terbuka, melihat aktivitas yang dilakukan di alam terbuka sebagai media pendidikan (outdoor activity for education) terdapat tiga formula yang saling berkaitan, diantaranya unsur petualangan, unsur tantangan, dan unsur pendidikan. Ketiga unsur tersebut jika disadari oleh pelakunya mampu memberi nilai atau makna bagi dirinya. Uraian tersebut dapat diperjelas dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dadang M. Rizal pada situs http://fpok.upi.edu/outdoor_and_adventure_article.htm bahwa:
Istilah outdoor activity for education mungkin dapat dikatakan cukup tepat untuk saat ini, karena dalam melakukan aktivitas tersebut ada tiga formula yang saling berkaitan, diantaranya, Unsur Petualangan / Tantangan (adventure / challenge), Unsur Alam Terbuka (outdoor), dan Unsur Pendidikan (education).
Ketiga unsur dan makna Outdoor Activity tersebut dapat digambarkan dibawah ini yaitu pada gambar 2.1 adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 2.1
Hubungan ke tiga Unsur Outdoor Activity
(Dadang M. Rizal)
Disengaja atau tidak aktivitas di alam terbuka memiliki kondisi lingkungan yang unik diantaranya lingkungan fisik (ketinggian, kedalaman, panas dan dingin) dan lingkungan sosial (teman seperjalanan dan masyarakat sekitar), aktivitas di alam terbuka juga identik dengan nuansa menantang (challenge) dan mengandung unsur petualangan yang mendorong motivasi pelaku untuk mencoba melewatinya, jika kedua unsur tersebut disikapi dengan sadar sebagai tempat untuk mencoba dan mengembangkan kemampuan dan potensi diri, apapun hasil yang didapat akan memberi makna dan nilai-nilai baru yang berorientasi pada diri, dalam arti berhasil melewati atau pun gagal melewatinya makna dan nilai baru akan dirasakan oleh pelakunya.
Dengan pemahaman di atas para pelaku kegiatan di alam terbuka diharapkan tidak hanya menyalurkan hobi atau mencari suasana yang menyenangkan atau menegangkan saja, namun ada nilai dan makna yang didapat dari pengalaman yang dilewati sebagai sebuah pelajaran atau belajar dari pengalaman (experience learning).
Manusia secara alami tumbuh secara fisik, meningkat secara kemampuan dan berkembang secara mental. Peningkatan kemampuan dan perkembangan mental manusia dapat dirangsang oleh sesuatu yang menantang dengan dukungan dari lingkungannya. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh James Neil dalam http://fpok.upi.edu/outdoor_and_adventure_article.htm yang merumuskan bahwa: ”Growth = Challenge + Support”. Maksud dari rumus tersebut bahwa manusia berkembang secara mental dan meningkat secara kemampuan akibat dari kemauan dan keberanian manusia tersebut dalam menghadapi berbagai macam tantangan dengan dukungan (support) dari lingkungannya (orang tua,saudara, teman, guru dan manusia lainnya). Jika dikaitkan dengan outdoor activity yang penuh dengan aktivitas yang menantang dengan dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya, bukan tidak mungkin akan memberikan perkembangan secara mental dan peningkatkan kemampuan bagi pelakunya.
2. Macam-Macam Kegiatan Outdoor Activity
Ketika menghadirkan sebuah aktivitas sebagai sarana atau alat dalam pendidikan atau latihan perlu pertimbangan standar tinggi atau rendahnya nilai tantangan tersebut, jangan sampai tantangan tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak sesuai dengan kemampuan si pelaku. Tujuan yang ingin dicapai biasanya mencakup tujuan eksplorasi, survey, maupun hanya sekejar jalan-jalan. Sesuai dengan pernyataan Dondy B. Sudjono (1999:1) bahwa ”Perjalanan yang dilakukan di alam terbuka memiliki berbagai tujuan diantaranya dengan tujuan eksplorasi, survey, maupun hanya sekejar jalan-jalan”.
Dalam melihat standar tinggi dan rendahnya sebuah aktivitas di alam terbuka dalam sebuah tantangan sangat tergantung dari yang melakukannya atau terlibat di alam terbuka, namun penggiat perlu melihat dan memahami batasan aktivitas di alam terbuka. Colin Mortlock dalam Dadang M. Rizal pada http://fpok.upi.edu/outdoor_and_adventure_article.htm menyatakan bahwa outdoor activity memiliki empat dasar, diantaranya adalah:
1. Bermain (Play): ditandai dengan sedikit keterlibatan secara emosi dan kegiatannya atau aktivitas relatif mudah dan semua orang dapat melakukanya.
2. Petualangan (Adventure): yang ditandai seseorang menikmati dan gembira, dimana pelaku menggunakan kemampuan secara penuh dan orang tersebut memiliki kendali atas situasi dan kondisi yang ada dan yang terjadi.
3. Batas Petualangan (Frontier Adventure): dimana dalam melakukan aktivitas pelaku mencapai puncak pengalaman, pelaku mau mencoba dan mau mengalami tantangan, Jika tantangan berhasil dilewati merupakan suatu pengalaman puncak telah terlewati, disini ada resiko dalam melakukan, yaitu berhasil atau tidak berhasil dalam melakukan tantangan tersebut.
4. Kemalangan (Misadventure): dimana pelaku memilih atau terpaksa untuk mengambil bagian dalam menghadapi tantangan di luar kemampuan, keterpaksaan dalam memilih tantangan tersebut dikhawtirkan berdampak atau menghasilkan emosi negatif (ketakutan, menyakitkan dan trauma) bahkan yang paling mengerikan berakhir pada kematian.
Keempat batasan tersebut yaitu bermain, berpetualang, batasan tantangan, dan kemalangan dapat menjadi acuan para penggiat untuk dapat mengukur atau menghadirkan sebuah tantangan dalam aktivitas di alam terbuka yang disesuaikan dengan siapa, kapan dan untuk apa aktivitas tersebut dihadirkan, jangan sampai menghadirkan atau melakukan petualangan atau tantangan (adventure/challenge) menjadi kemalangan (misadventure). Kemalangan yang dimaksud yaitu pengambilan sikap atau keputusan yang terkadang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tetapi memiliki keyakinan bahwa dalam dirinya berkata bahwa mampu melaksanakannya.
Jika outbound identik dengan challenge dan outdoor activity identik dengan adventure, semuanya sama-sama mengandung aktivitas menantang dan sama-sama memiliki tujuan, maka yang membedakannya mungkin metode dan proses pemberian dan pemaknaan pemahaman aktivitas bagi pelakunya, namun outbound hanya sebuah nama produk atau program pelatihan yang menggunakan alam terbuka sebagai media, semua orang bebas membuat program, semua orang bebas memberi nama produk dan programnya dan semua orang bebas mengisi formula produknya, yang terpenting adalah racikan atau formula tersebut memiliki fungsi dan makna dari produk dan program tersebut, jadi jangan salah formula atau bahan saat meracik dan memakaikan sebuah produk dan program dalam kegiatan di alam terbuka.
Aktivitas luar ruang (Outdoor Activity) merupakan kegiatan yang penuh dengan manfaat dan tujuan dan terkadang kegiatan tersebut bertujuan sekedar menikmati pemandangan keindahan alam, sejenak melepas lelah, menemukan kedamaian hati, atau sekedar menikmati alam bahkan bisa untuk menjadi saran relaksasi. Bahkan sekarang ini aktivitas luar ruang banyak sekali dipakai untuk kegunaan pendidikan dan pembentukan sebuah tim (Outbound).
Sesuai dengan pernyataan di atas maka sekelompok anak muda yang tergabung dalam wadah organisasi dalam bentuk UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yaitu PAMOR melakukan sebuah pendidikan dengan menggunakan alam terbuka sebagai media dan sarananya. Pendidikan yang dilakukan yaitu menyangkut cara bertahan hidup, mencapai tujuan yang menantang, cara menolong orang lain, dan menciptakan kebersamaan. Secara disadari dan tidak disadari semua itu dalam upaya meningkatkan kualitas mental dan fisik pelakunya dalam menghadapi dan mempersiapkan tantangan hidup. Sebagaimana pernyataan Dadang M. Rizal dalam http://fpok.upiedu/outdoor_and_adventure_article.htm bahwa:
Sekelompok anak muda melakukan sebuah pendidikan dengan menggunakan alam terbuka sebagai media dan sarananya, dengan konsep ”belajar seumur hidup” bagi anggotanya yang sebagian besar anak muda (generasi muda), dengan berpedoman pada bagaimana mempertahankan hidup (survival), bagaimana mencapai tujuan yang menantang (Rock Climbing, Mountanering, Rafting dll.), bagaimana menolong orang lain (Search and Rescue) dan bagaimana menciptakan kebersamaan (Esprit de Corps. Pendidikan semacam ini dapat diartikan belajar di alam terbuka, belajar hidup di alam terbuka dan belajar dari alam (outdoor education) dan belajar dari sebuah petualangan dan belajar menghadapi tantangan dan belajar menghadapi petualangan (adventure education atau challenge education), keduanya pendekatan pendidikan tersebut secara langsung dapat dikatakan sebagai kegiatan di alam terbuka (outdoor activity) yang memberi arti, nilai dan makna bagi pelakunya.
Kegiatan mapala umumnya berkisar di alam terbuka dan menyangkut lingkungan hidup meliputi pendakian gunung (mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan arus liar atau arung jeram(rafting), penyelaman (diving), penghijauan dan bahkan penerbitan media-media yang bertema lingkungan.
Lebih lanjut dalam http://bz.blogfam.com/2006/04 bahwa:
Outdoor Activities atau bisa disebut saja aktifitas luar ruang, biasanya berarti sebuah aktifitas yang dilakukan di luar ruang dan bisa berada di daerah yang jauh dari pemukiman seperti mendaki gunung, berjalan kaki, bermain kano atau kayak, memanjat tebing, memasuki goa ,kegiatan olahraga air dan kegiatan olahraga salju serta berbagai kegiatan yang sejenisnya.
Kemudian Dondy B. Sudjono (1999:1) menyatakan bahwa:
Dorongan untuk melakukan petualangan di alam terbuka menyebabkan para penggiatnya (kita) melakukan berbagai kegiatan perjalanan, mulai dari perjalanan kecil pendakian gunung, penyusuran pantai, pengarungan sungai berarus deras, sampai dengan perjalanan besar yang sering disebut sebagai ekspedisi.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kegiatan yang dilakukan di alam terbuka biasanya dalam bentuk tantangan, petualangan, dan rekreasi. Ketiga bentuk tersebut dapat dilihat dalam kegiatan sebagai berikut:
a. Pendakian Gunung (Mountainneering)
b. Pemanjatan (Climbing)
c. Pengarungan Arus Liar atau Arung Jeram (Rafting)
Untuk lebih jelasnya penulis uraikan kegiatan alam terbuka tersebut yaitu pada halaman 23.
Mendaki gunung bukan olahraga biasa, setidaknya setiap pendaki gunung harus cukup mental, mempunyai keterampilan, kecerdasan, kekuatan, dan daya juang yang tinggi. Hal ini karena tantangan yang dihadapi mempunyai kualitas tersendiri. Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah untuk menguji kemampuan diri sendiri dalam bersekutu dengan alam yang keras. Keberhasilan suatu pendakian yang sukar berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.
Sesuai dengan pendapat Collin Mortlock (Dondy B. Sudjono, 1999:3) mengkategorikan kemampuan yang diperlukan oleh para penggiat di alam terbuka adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan teknis, yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan.
2. Kemampuan kebugaran, mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuhnya terhadap tekanan lingkuangan alam.
3. Kemampuan kemanusiawian, yaitu pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, dan kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4. Kemampuan pemahaman lingkungan, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.
Keempat kemampuan tersebut tidak mudah untuk dikuasai dengan baik, namun perlu diingat bahwa penguasaan kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan di alam terbuka.
Selain keempat kemampuan di atas tadi, dalam mendaki gunung juga terdapat hal yang harus diperhatikan yaitu pada halaman 24.
1) macam Pendakian
Olahraga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan klasifikasinya. Seperti yang sering kita dengar adalah istilah mountaineering, istilah yang keren itu membuat kita tersipu, karena artinya begitu luas, misalnya mencakup pengertian perjalanan mulai melintasi bukit hingga melakukan ekspedisi ke Himalaya.
Menurut Dondy B. Sudjono dalam Wanadri (1999:264) bentuk dan jenis medan yang dihadapi pada saat pendakian dapat dibagi sebagai berikut.
a) Hill Walking atau Feel Walking adalah pendakian yang dilakukan dengan jalur yang landai dan relatif mudah serta jalur yang dilewati sudah ada dan tersedia.
b) Scrambling adalah pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak bagitu terjal.
c) Climbing adalah pendakian dengan jalur pendek yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari, hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Bentuk Climbing ada dua macam yaitu:
(1) Rock Climbing adalah pendakian pada tebing-tebing batu atau dinding karang;
(2) Snow and Ice Climbing adalah pendakian pada es dan salju.
d) Mountaineering adalah gabungan perjalanan dari semua bentuk pendakian dan perjalanan ini bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
2) Sistem Pendakian
Sistem pendakian yang dikenal memiliki dua macam menurut Wanadri (1999:271) yaitu, “Dikenal dua macam sistem pendakian, diantaranya adalah Himalayan Style dan Alpine Style”.
Adapun penjelasan mengenai sistem pendakian tersebut dapat dilihat pada halaman 25.
a) Sistem Himalaya (Himalayan Style)
Sistem pendakian yang biasa dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran atau puncak diperlukan waktu yang lama. Maka untuk mempermudah dan mengemat waktu maka diperlukanlah sebuah sistem.
“Sistem Himalaya terbentuk pada saat pendakian ke pegunungan Himalaya dengan tim yang terdiri dari beberapa kelompok dan memerlukan waktu yang lama serta memiliki fasilitas peristirahatan seperti base camp, fly camp”. (Wanadri, 1999:272) Bermula dari itulah istilah Himalaya Style digunakan oleh para pendaki yang membutuhkan waktu yang lama.
Ketentuan atau arti dari sistem Himalaya bahwa apabila suatu pendaki berhasil sampai ke puncak maka pendakian ini sudah berhasil untuk seluruh tim.
b) Sistem Alpine (Alpine style)
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan-pegunungan Eropa. Pendakian ini memiliki tujuan menurut Wanadri (1999:272) menyatakan bahwa, ”Semua pendaki harus sampai di puncak apabila terdapat satu saja pendaki tidak sampai di puncak maka pendakian ini tidak berhasil”.
Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp dan apabila kemalaman bisa membuat fly camp baru.
b. Pemanjatan (Climbing)
Panjat tebing atau bisa disebut dengan Mountaineering, yang bermaksud ketika seorang pendaki gunung menghadapi perbukitan yang sangat curam. Di pegunungan Alpen Eropa dan Himalaya di Asia, muncul jenis memanjat, yaitu panjat tebing es atau salju (ice or snow climbing), kemudian ada juga yang disebut hill walking (hiking) ialah naik turun perbukitan yang merupakan ilmu dari mountaineering.
Kegiatan tersebut semakin ramai terutama dengan panjat tebing, namun ketika pada waktu itu pemanjat tebing menggunakan peralatan tali hawelaid (semacam tali dadung) dari bahan serat alam yang keras dan kaku dan hanya diikat dipinggang ditopang kampak es yang panjang dan berat, tidak seperti sekaran menggunakan tali harness.
Perkembangan panjat tebing di Indonesia muncul sekitar tahun 1960, dimana tebing di Citatah Bandung mulai dipakai sebagai ajang latihan oleh pasukan Angkatan Darat kita. Patok pertama kali panjat tebing modern di Indonesia adalah tahun 1976, di mana Harry Suliztiarto mulai berlatih memanjat di Citatah bersama dengan rekan-rekannya, kemudian tahun 1977 mendirikan SKYGERS Amateur Rock Climbing Group.
Pada tahun 1988 Menpora (menteri negara dan pemuda olahraga) kerja sama dengan kedutaan besar Perancis mengundang empat pemanjat. Keempat orang tersebut memperkenalkan dinding panjat serta sempat memberikan kursus pemanjatan.
Berdasarkan penjelasan mengenai uraian di atas yaitu sejarah dan hakekat panjat, maka penulis uraikan hal lain yang harus diperhatikan dalam pemanjatan yaitu pada halaman 27.
1) Tujuan Pemanjatan
Setiap aktivitas atau kegiatan pasti terdapat suatu tujuan yang ingin dicapai sehingga kegiatan yang dilakukan tersebut lebih berarti. Adapun tujuan dari pemanjatan menurut Royana Iskendi (2007:10) adalah sebagai berikut:
a) Menghadapi realitas dengan berani, teliti, tabah, sabar, tidak pantang menyerah.
b) Mengenali berbagai kondisi medan yang memiliki perbedaan permukaan tebing serta menguasai arah dan metode untuk menempuhnya.
c) Melatih replek-replek dasar dan lanjutan, dengan berlatih secara konsisten, karena kecepatan datang bukan dari ketergesaan melainkn dari latihan yang diulang-ulang.
d) Mengukur dari segala sesuatu dari adanya resiko dan ancaman yang harus diperhitungkan, dengan tetap melihat segala kemungkinan untuk mencapai keberhasilan.
e) Menaruh kepercayaan sepenuhnya pada teman serta peralatan, yang tingkat kelayakan pemakaiannya.
f) Mengetahui setiap alat yang akan digunakan, sesuai dengan kebutuhan situasinya, termasuk cara merawatnya.
2) Sistem Pemanjatan
Sistem pemanjatan beradasarkan Wanadri (1999:271) yaitu, “Terdapat dua macam yaitu Himalayan Sistem dan Alpine Sistem”. Adapun penguraian mengenai kedua macam sistem tadi dapat dilihat di bawah ini.
a) Himalaya Sistem
Himalaya Sistem yaitu pemanjatan yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasarannya atau puncak tebing diperlukan waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari satu hari, bahkan bisa berminggu-minggu atau bulanan. Kelebihan dari himalaya system, yaitu ketika ada masalah di atas pemanjat akan cepat turun ke base camp, ketika kekurangan atau kehabisan perbekalan bisa langsung di transfer dari base camp. Kelemahannya yaitu peralatan yang akan digunakan sangat banyak sehingga memerlukan biaya yang cukup besar sekali.
b) Alpine Sistem
Alpine Sistem memiliki tujuan bahwa pemanjat harus sampai semuanya di puncak sehingga pemanjatan dianggap berhasil. Kelebihannya yaitu tidak terlalu banyak menggunakan alat sehingga biaya tidak perlu banyak. Kelemahannya yaitu ketika ada masalah (badai atau longsor) pemanjat akan mengalami kesulitan karena untuk turun ke base camp sangat susah.
3) Teknik Pemanjatan
Teknik memanjat pada dasarnya merupakan cara agar kita dapat menempatkan tubuh sedemikian rupa sehingga cukup stabil, memberi peluang untuk bergerak, dan dapat bertahan lama ketika berada di tebing. Dengan demikian kita dapat melakukan pendakian dengan tepat, aman, dan sedapat mungkin cepat.
Teknik-teknik pemanjatan adalah sebagai berikut:
a) Face Climbing
Face Climbing yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan.
b) Friction/Slab Climbing
mantapp pak inf0naaa
BalasHapus