A. Hakekat Sikap Sosial
Sikap mulai menjadi fokus pembahasan dalam ilmu sosial semenjak awal abad 20. Secara bahasa, Oxford Advanced Learner Dictionary (Hornby, 1974) mencantumkan bahwa “Sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving.” Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Lebih lanjut Konsep tentang sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Harsono (1990:141) bahwa, “Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi.”
Free online dictionary (www.thefreedictionary.com) mencantumkan sikap sebagai ”A complex mental state involving beliefs and feelings and values and dispositions to act in certain ways.” Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu.
Sebagai bahan kajian tentang hakekat sikap sosial maka penulis menguraikan hal yang termasuk kedalam sikap sosial adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Sikap Sosial
2. Fungsi Sikap Sosial
3. Ciri-Ciri Sikap Sosial
4. Komponen Sikap Sosial
5. Pembentukan Sikap Sosial
6. Menumbuhkan dan Mengembangkan Sikap Sosial
7. Pengukuran Sikap Sosial
Ketujuh sub pokok dari sikap sosial di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pengertian Sikap Sosial
Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan Ilmu Sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an Imigrant Group meupakan hasil riset yang dilakukannya bersama Znaniecki. Dalam buku tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi sosiologi dari sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut pandangan Thomas dan Znaniecki (1918) bahwa, “Dua hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan dan perubahan sosial adalah sikap individu dan budaya objektif (Objective Cultural)”.
Sikap adalah bagian yang penting di dalam kehidupan sosial, karena kehidupan manusia selalu dalam berinteraksi dengan orang lain. Menurut pendapat beberapa pakar, sikap menentukan perilaku seseorang. Misalnya Widayatun, TR (1999: 223) berpendapat bahwa “Sikap sekelompok orang terhadap orang lain dapat mempengaruhi kehidupan dan keberhasilan orang lain”. Pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa “Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek”. Selain itu juga terdapat batasan bahwa sikap merupakan
kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap
stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. “Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya”. (Howard dan Kendler, 1974; Gerungan, 2000)
kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap
stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. “Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya”. (Howard dan Kendler, 1974; Gerungan, 2000)
Jika dicermati hampir semua pengertian sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam diri manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan.
Selain beberapa pengertian di atas bahwa sikap juga di pengaruhi oleh aspek-aspek kemampuan yang menjadi dasar kemampuan manusia. Sebagaimana yang di uraikan oleh Endah Kuniawati (2005:4) menyatakan bahwa, “Sikap merupakan salah satu aspek kemampuan manusia yang dibedakan menjadi tiga aspek kemampuan, yaitu aspek kognitif (pengetahuan) aspek efektif (sikap) dan aspek psikomotor (keterampilan)”. Kemudian Breckler dan Wiggins (Saifuddin, 2003:8) menyatakan bahwa “sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap sosial adalah kesadaran dari dalam diri individu yang mempengaruhi terhadap lingkungan sosial. Sesuai dengan ungkapan Endah Kuniawati (2005:5) bahwa “Sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial”.
Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa sikap sosial adalah sebagai berikut:
a. Sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu.
b. Sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar.
c. Sikap selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri.
d. Sikap dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis.
e. Sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau istilahnya emosi.
“Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap
sosial”. (Gerungan, 2000) Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial, dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Sedang sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada keseregaman sikap terhadap suatu obyek.
sosial”. (Gerungan, 2000) Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial, dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Sedang sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada keseregaman sikap terhadap suatu obyek.
Kemudian inferensi atau penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada sesuatu fenomena yang diamati dan dapat diukur. Fenomena ini berupa respons terhadap objek sikap dalam berbagai bentuk. Sesuai dengan pendapat Rosenberg dan Hovland (Saifuddin Azwar, 2003:19) bahwa, “Analisis terhadap bebagai respons dapat dijadikan dasar penyimpulan sikap dari perilaku”.
Selanjutnya kutipan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2
Respons yang Digunakan untuk Penyimpulan Sikap
(Saifuddin Azwar, 2003:19)
Tipe Respons | | Kategori Respons | |
| Kognitif | Afektif | Konatif |
Verbal | Pernyataan keyakinan mengenai objek sikap | Pernyataan perasaan terhadap objek sikap | Pernyataan intensi perilaku |
Non Verbal | Reaksi persepsual terhadap objek sikap | Reaksi fisiologis terhadap objek sikap | Perilaku tampak sehubungan dengan objek sikap |
Penjelasan dari tabel di atas bahwa respons kognitif verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang dipercaya atau diyakini mengenai objek sikap. Respons kognitif non verbal lebih sulit untuk diungkapkan karena disamping informasi tetang sikap yang diberikannya pun lebih bersifat tidak langsung.
Respons afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan seseorang mengenai sesuatu. Respons afektif non verbal berupa reaksi seperti ekspresi muka yang mencibir, tersenyum, gerakan tangan, dan sebagainya. yang dapat menjadi indikasi perasaan seseorang apabila dihadapkan pada objek sikap.
Respons konatif pada dasarnya merupakan kecenderungan untuk berbuat. Dalam bentuk verbal, intesi ini terungkap lewat pernyataan keinginan melakukan atau kecenderungan untuk melakukan. Sedangkan respons konatif non verbal dapat berupa ajakan pada orang lain untuk menyumbangkan sesuatu atau rasa kasihan.
2. Fungsi Sikap Sosial
Menurut Widayatun (1999:223) ada 8 fungsi sikap yaitu: “Sebagai instrumental, pertahanan diri, penerima objek, ilmu, serta memberi arti, nilai ekspresif, social adjustment, eksternalisasi, aktifitas adaptif dalam memperoleh informasi, reflek kehidupan.” Lebih lanjut menurut Katz (1960) dikutip dalam Maramis (2006:257) bahwa “Sikap mempunyai 4 fungsi yaitu sebagai fungsi penyesuain, fungsi pembelaan ego, ekspresi nilai, fungsi pengetahuan.”
Penjelasan dari pernyataan di atas mengenai fungsi dari sikap sosial menurut Saifuddin (2003:17) adalah sebagai berikut.
a. Fungsi Penyesuaian
Suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar.
b. Fungsi Pembelaan Ego
Fungsi ini berhubungan dengan teori Sigmund Freud dalam alamat wibsite http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/10/13/sikap-attitude/ yang menjelaskan bahwa “Sikap itu membela individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam, apabila tidak ia harus menghadapinya.”
c. Fungsi Ekspresi Nilai
Beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep dirinya. Kita semua mengganggap diri kita sebagai orang yang seperti ini atau itu (apakah sesungguhnya demikian atau tidak adalah soal lain); dengan mempunyai sikap tertentu anggapan itu ditunjang.
d. Fungsi Pengetahuan
Kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini memungkinkan individu untuk mengatur dan membentuk beberapa aspek pengalamannya.
Selain itu juga fungsi dari sikap senada dengan yang di kemukakan oleh seorang antropolog dan sosiolog menggunakan pendekatan fungsional dalam memahami mengapa individu bersikap tertentu. Dalam pendekatan menurut Katz (1960), dikatakan bahwa, “Pada level psikologis tertentu, seorang individu bersikap karena beberapa alasan, yaitu penyesuaian, pertahanan ego, nilai-nilai dan pengetahuan”.
Sesuai dengan pendapat di atas dapat diuraikan mengenai fungsi-fungsi dari sikap tersebut, yaitu adalah sebagai berikut.
a. Sikap sebagai Fungsi Utilitarian
Fungsi ini berkaitan dengan prinsip manfaat dari sikap, yaitu untuk memaksimalkan reward dan meminimalkan punishment dari lingkungan. Sikap utilitarian adalah alat untuk menjamin diperolehnya perasaan nyaman atau menghindari ketidaknyamanan.
b. Sikap sebagai Fungsi Pertahanan Diri
Katz memberikan contoh mengenai pemilihan masuk ke kelompok minoritas yang dilakukan oleh seorang yang merasa inferior. Dengan masuk ke dalam kelompok minoritas, individu merasa dirinya lebih eksis.
Fungsi pertahanan diri ini sesungguhnya merupakan adopsi teori psikoanalisis mengenai ego defence mechanism yang menjelaskan bahwa individu memilih untuk melakukan perilaku tertentu yang digunakan untuk menutupi kelemahan di aspek lainnya. Contoh lain dari pertahanan diri ini adalah perilaku individu yang mengadopsi sikap dan perilaku orang lain. Kelemahan dari penerapan fungsi sikap mempertahankan diri ini adalah pemilihan sikap dan perilaku yang hanya menitikberatkan pada fungsi mengurangi ketidak nyamanan saja sehingga seringkali pemilihan sikap sekedar untuk memperkuat pertahanan diri saja tetapi tidak merubah individu secara keseluruhan.
c. Sarana untuk Mengekspresikan Nilai-Nilai Positif mengenai Dirinya kepada Orang Lain
Melalui sikap yang dipilih, individu dapat membangun citra mengenai dirinya di depan orang lain. Misalnya, individu yang menginginkan dirinya dianggap berwawasan internasional akan bersikap positif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan negara lain. Sikap ini memberikan fungsi bagi individu dalam mengekspresikan nilai yang dianut.
Dalam konteks ini sikap dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai identitas diri dan dapat juga digunakan untuk membangun citra diri. Sikap menyukai kelompok tertentu kerap kali berfungsi sebagai alat mengekspresikan nilai ini. Berada dalam kelompok memberikan sense of identity. “Dua kondisi yang relevan dengan perubahan sikap dalam mengekspresikan nilai-nilai ini adalah ketidakpuasan individu terhadap citra dirinya, dan ketidakpuasan individu terhadap nilai-nilai yang dianut sebelumnya”. (Katz, 1970). Dengan demikian, ekspresi sikap sesungguhnya dapat juga berfungsi sebagai penyesuaian sosial. Sesuai dengan Smith and assosites (Eagly & Chaiken, 1993) menyatakan bahwa, “Sikap yang diekspresikan individu dapat berfungsi sebagai ekspresi setuju pada kelompok tertentu, sekaligus menolak kelompok lainnya”.
d. Sikap sebagai Fungsi Pengetahuan (Knowledge)
Fungsi sikap ini dapat dimengerti dengan contoh mengenai sikap positif para ibu yang mendengarkan program radio tertentu karena mereka mendapatkan berbagai informasi praktis yang dapat secara langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Lanjut mengenai fungsi sikap menurut Endah Kurniawati (2005:35) bahwa fungsi dari sikap adalah sebagai berikut:
Fungsi dari sikap adalah:
1. sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri;
2. sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku;
3. sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman manusia.
Berdasarkan pernyataan di atas mengenai fungsi dari sikap maka dapat di artikan bahwa sikap dapat berpengaruh terhadap diri kita sendiri bahkan fungsi dari sikap itu sendiri sangat tergantung dari aktivitas yang kita lakukan.
3. Ciri-ciri Sikap Sosial
Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Menurut Gerungan (Saifuddin Azwar, 2003:68) bahwa ciri-ciri sikap adalah:
1. sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan;
2. sikap itu dapat berubah-ubah;
3. sikap itu tidak berdiri sendiri;
4. objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu;
5. sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Dari pendapat pada halaman 45 mengenai ciri-ciri dari sikap dapat diketahui bahwa sesungguhnya sikap itu di bawa sejak lahir dan sering berubah-ubah. Hal tersebut terjadi berdasarkan pergaulan atau kebiasaan dalam hidupnya.
Menurut Alex Sobur (2003:355) menyatakan bahwa,”Ciri khas dari sikap adalah mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda) dan mengandung penilaian (suka-tidak suka; setuju-tidak setuju)”. Jadi sesungguhnya sikap itu sangat rentan sekali dengan perubahan situasi karena terkadang sikap itu disamakan dengan perilaku tetapi sebenarnya sikap itu berbeda dengan perilaku.
Kemudian Menurut Morgan dan King, Howard dan Kendler, serta Krech dkk. pada website http://psikologiunnes.blogspot.com/2008/08/pengertian-sikap-dan-perilaku.html bahwa “Sikap adalah konsisten dengan perilaku, akan tetapi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka dapat juga sikap tidak konsisten dengan perilaku”.
4. Komponen Sikap Sosial
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki tiga komponen yakni kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan. Sesuai dengan pendapat Saifuddin Azwar (2003:23) bahwa, “Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), komponen konatif (conative)”. Lebih lanjut Kothandapani dalam Middlebrook (Saifuddin Azwar, 2003:24), “Merumuskan ketiga komponen sikap sebagai komponen kognitif, (kepercayaan atau beliefs), komponen emosional (perasaan), komponen perilaku (tindakan)”. Maksud dari pendapat tersebut bahwa komponen kognitif merupakan reperensi apa yang telah dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Pendapat lain mengenai pengertian ketiga komponen tersebut yaitu pendapat Mann (Saifuddin Azwar, 2003:24) bahwa:
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap suatu objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Kemudian (Morgan dan King 1975, Krech dan Ballacy 1963, Howard dan Kendler 1974 Gerungan 2000) menyatakan bahwa:
Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
Selanjutnya struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Dalam bagian lain Allport (1954) dikutip dalam Notoadmodjo, (2003:143) menjelaskan bahwa, “Sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek; Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)”.
Sesuai dengan kutipan pada halaman 47 yang dikemukakan Allport (1954) dikutip dalam Notoadmodjo, (2003:143) maka komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka. Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun
menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten.
menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten.
Sebagaimana yang dikemukan oleh Krech dan Ballacy, Morgan King, dan Howard dalam situs internet http://psikologi-unnes.blogspot.com (2008) bahwa, “Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya”. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi. Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya, dan sebagainya.
5. Pembentukan Sikap Sosial
Pembentukan sikap sosial menurut Saifuddin Azwar (2003:30) bahwa, “Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu”. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interkasi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial ini meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya.
Interaksi sosial akan terjadi apabila adanya suatu faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu sesuatu yang mampu berpengaruh terhadap diri sendiri dan faktor tersebut berasal dari luar lingkungan. Faktor-faktor yang berpengaruh menurut Saiffudin Azwar (1995:30-36) bahwa “Faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional”.
Uraian dari pernyataan yang di ungkapkan oleh Saiffudin Azwar mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap sosial yaitu sebagai berikut:
a. Pengalaman Pribadi
Maksud dari pengalaman pribadi yaitu sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.
c. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu., pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f. Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Kemudian Menurut Widayatun TR (1999:223) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap individu adalah:
a. Faktor Intrinsik, meliputi: kepribadian, intelegensi, bakat, minat, perasaan serta kebutuhan dan motivasi seseorang.
b. Faktor Ekstrinsik, meliputi: faktor lingkungan, pendidikan, ideologi, ekonomi, politik dan hankam.
Sedangkan menurut.Gerungan, W.A (2002:155-156), faktor-faktor yang memegang peranan dalam pembentukan dan perubahan sikap adalah”faktor Intern dan faktor ekstern”.
Uraian dari ungkapan di atas yang dikemukakan oleh Gerungan, W.A (2002) yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Intern.
Di dalam diri pribadi manusia itu, yakni selektivitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau minat perhatiaannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya itu. Dan faktor-faktor intern itu turut ditentukan pula oleh motif-motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi orang itu.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern antara lain: sifat, isi pandangan baru yang ingin diberikan itu, siapa yang mengemukakannya dan siapa yang menyokong pandangan baru tersebut, dengan cara bagaimana pandangan itu diterangkan, dan dalam situasi bagaimana sikap baru itu diperbincangkan (situasi interaksi kelompokkah, situasi orang sendiriankah, dan lain-lain).
6. Menumbuhkan dan Mengembangkan Sikap Sosial
Sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses transfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom yang dikutip dari (Munandar, 1999) berdasarkan situs pada http://psikologi-unnes.blogspot.com/2008/08/pengertian-sikap-dan-perilaku.html adalah, “Serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap”.
Pertanyaan yang muncul, apakah semua informasi dapat mempengaruhi
sikap, tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. “Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan” (Morgan dan King, 1974; Howard, 1975). Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut didapat siswa sendiri melalui proses belajar.
sikap, tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. “Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan” (Morgan dan King, 1974; Howard, 1975). Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut didapat siswa sendiri melalui proses belajar.
a. Penumbuhan Sikap Sosial
Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. “Periode kritis
penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun”(Sear dalam Morgan dan King, 1974). Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun”(Sear dalam Morgan dan King, 1974). Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut Sear (Morgan dan King, 1974) mengatakan, bahwa “Setelah usia 30 tahun sikap relatif permanen sehingga sulit berubah”. Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP sampai dengan Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung jawab sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak mensia-siakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi bangsa dan negara.
b. Kendala Menumbuhkan Sikap
Kendala penumbuhan sikap terjadi ketika ada benturan nilai yang
diyakini seseorang dengan nilai yang berkembang di masyarakat. Semua institusi dalam masyarakat harus dapat menunjang pendidikan” (Jinghan 1999). Artinya, masyarakat secara menyeluruh harus memberikan dukungan terhadap proses pendidikan bisnis. Akan tetapi, dalam kenyataannya di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pendidikan bisnis mungkin mengalami hambatan sosio-budaya. Bahkan banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa di negara sedang berkembang memiliki ciri yang mendua, di samping menganut paham ekonomi liberal juga menganut faham sosial (ekonomi campuran). “Sifat mendua inilah yang merupakan kedala bagi kemajuan ekonomi negara dunia ketiga” (Todaro, 1997; Jinghan, 1999). Mungkin sifat mendua inilah yang merupakan salah satu kendala bagi penumbuhan sikap wirausaha di Indonesia.
diyakini seseorang dengan nilai yang berkembang di masyarakat. Semua institusi dalam masyarakat harus dapat menunjang pendidikan” (Jinghan 1999). Artinya, masyarakat secara menyeluruh harus memberikan dukungan terhadap proses pendidikan bisnis. Akan tetapi, dalam kenyataannya di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pendidikan bisnis mungkin mengalami hambatan sosio-budaya. Bahkan banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa di negara sedang berkembang memiliki ciri yang mendua, di samping menganut paham ekonomi liberal juga menganut faham sosial (ekonomi campuran). “Sifat mendua inilah yang merupakan kedala bagi kemajuan ekonomi negara dunia ketiga” (Todaro, 1997; Jinghan, 1999). Mungkin sifat mendua inilah yang merupakan salah satu kendala bagi penumbuhan sikap wirausaha di Indonesia.
Nilai sosial budaya yang diwarisi dari penjajahan Belanda sangat
kita rasakan pengaruhnya pada orang tua dan senior kita. Mereka sangat menyukai kemapanan dan alergi terhadap perubahan. Mereka lupa bahwa tanpa perubahan tidak akan ada perkembangan. Semuanya akan terlihat statis. Kondisi semacam ini telah diungkap oleh Todaro (1977) bahwa “Budaya dari penjajahan negara-negara Eropa sangat mempengaruhi pembangunan di negara dunia ke tiga, termasuk Indonesia”. Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang merupakan warisan dari penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan tetapi mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak terpaksa menjadi pengawai negeri.
kita rasakan pengaruhnya pada orang tua dan senior kita. Mereka sangat menyukai kemapanan dan alergi terhadap perubahan. Mereka lupa bahwa tanpa perubahan tidak akan ada perkembangan. Semuanya akan terlihat statis. Kondisi semacam ini telah diungkap oleh Todaro (1977) bahwa “Budaya dari penjajahan negara-negara Eropa sangat mempengaruhi pembangunan di negara dunia ke tiga, termasuk Indonesia”. Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang merupakan warisan dari penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan tetapi mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak terpaksa menjadi pengawai negeri.
7. Pengukuran Sikap Sosial
Skala pengukuran sikap oleh Likert (Gable, 1986) dikutip dalam (Saiffudin Azwar, 2003:139-140) merupakan “Metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya”. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai (judging group) dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat variabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).
Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, pernyataan sikap sosial telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan akan didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima macam kategori jawaban, yaitu: sangat tidak setuju” (STS), “tidak setuju” (TS), “tidak dapat menentukan” atau “ragu-ragu” (R), “setuju” (S), dan “sangat setuju” (SS).
Boleh minta daftar pustakanya ? Sangat bermanfaat sekali
BalasHapusBoleh minta daftar pustakanya ? Sangat bermanfaat sekali
BalasHapusIni sangat membantu daan bermanfaat. Boleh minta daftar pustakanya?
BalasHapus